"Menegakkan Integritas, Profesional, Inovasi, Tanggung Jawab dan Keteladanan sebagai Budaya Kerja Kementerian Agama"

Kamis, 05 Januari 2012

Kode Etik Pegawai Kementerian Agama Dan Pegawai Ditjen Bimas Islam

Kami pegawai Kementerian Agama yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa :
  1. Menjunjung tinggi kesatuan dan persatuan bangsa.
  2. Mengutamakan pengabdian dan pelayanan kepada masyarakat.
  3. Bekerja dengan jujur adil dan amanah.
  4. Melaksanakan tugas dengan disiplin, professional dan inovatif;setia kawan dan bertanggung jawab atas kesejahteraan korps.




KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM
NOMOR DJ.II/520 TAHUN 2011
TENTANG
KODE ETIK PEGAWAI DIREKTORAT JENDERAL
BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM

Menimbang : 
a. bahwa dalam rangka mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance), pemerintah yang bersih (clean government), berdaya guna, dan berhasil guna, diperlukan adanya Kode Etik;
b. bahwa dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam diperlukan pegawai yang berintegritas dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip pelaksanaan tugas kepemerintahan yang baik;
c. bahwa berdasarkan  pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan b, perlu ditetapkan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama tentang Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.

Mengingat : 
1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesai Nomor 3890);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1975 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3059);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4450);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil;

5. Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia;
6. Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1989 tentang Perubahan Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1979 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengambilan Sumpah Jabatan/Pegawai Negeri Sipil dalam Lingkungan Departemen Agama;
7. Keputusan Menteri Agama Nomor 421 Tahun 2001 tentang Kode Etik Pegawai Departemen  Agama;
8. Keputusan Menteri Agama Nomor 203 Tahun 2002 tentang Standarisasi Hukuman Disiplin Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
9. Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM
TENTANG KODE ETIK KHUSUS PEGAWAI DIREKTORAT JENDERAL
BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM KEMENTERIAN AGAMA.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Kode Etik Khusus Pegawai Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam yang selanjutnya disebut Kode Etik adalah pedoman tertulis yang mencakup norma-norma perilaku yang wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh Pegawai Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam baik dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi maupun dalam pergaulan hidup sehari-hari;
2. Pegawai Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam adalah Pegawai Negeri Sipil dan Calon Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undng Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999;
3. Dewan Kehormatan Kode Etik Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam yang selanjutnya disebut Dewan Kode Etik adalah lembaga non struktural yang bertugas melakukan penegakan pelaksanaan serta penyelesaian pelanggaran Kode Etik yang dilakukan pegawai Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam;
4. Pelanggaran adalah segala bentuk ucapan, tulisan, atau perbuatan pegawai Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam yang tidak menaati Kode Etik, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja;5. Pejabat yang berwenang adalah Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam atau pejabat lain yang ditunjuk;
6. Stakeholder Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam adalah para pihak (intern dan ekstern) yang terkait baik dalam bentuk perorangan maupun kelompok yang mempunyai kepentingan dengan produk dan/atau layanan yang dihasilkan oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.

BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
Maksud ditetapkan Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam adalah tersedianya aturan untuk mengawasi dan mengevaluasi perilaku pegawai dalam menjalankan tugas dan fungsinya, agar dapat mendorong peningkatan kinerja serta keharmonisan antar pribadi baik di dalam maupun di luar lingkungan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.

Pasal 3
Tujuan penetapan Kode Etik adalah:
1. Terwujudnya budaya kerja dan akhlakul karimah para pegawai dalam menjalankan tugas dan fungsinya;
2. Terwujudnya peningkatan kinerja dan keharmonisan hubungan antar pribadi baik di dalam maupun di luar Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam;
3. Terwujudnya pelayanan prima atas layanan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.

BAB III
NILAI DASAR PERILAKU PEGAWAI
Pasal 4
Nilai dasar perilaku pegawai meliputi:
1. Religiusitas; kesadaran bahwa semua tindakan yang dilakukan selalu memiliki konsekuensi untuk diberikan penghargaan atau hukuman oleh Tuhan sehingga ketekunan dan ketaatan menjalankan ajaran agama dapat menjamin setiap tindakan yang dilakukan menjadi lebih baik.
2. Transparansi; keterbukaan dalam pengambilan keputusan serta pemberian informasi kepada semua stakeholder Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.
3. Akuntabilitas; bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas dan fungsi dalam rangka pencapaian Visi dan Misi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.
4. Kemandirian; keadaan dimana tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dilaksanakan secara profesional tanpa pengaruh pihak dari luar Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.5. Integritas; tindakan, sikap serta perilaku yang jujur baik terhadap diri sendiri maupun lingkungan di sekitarnya sehingga bisa lebih obyektif dalam menghadapi suatu permasalahan serta memiliki disiplin dan tanggung jawab dalam  pelaksanaan tugas sehari-hari.
6. Profesionalisme; suatu bentuk pelaksanaan tugas dan kegiatan yang didasarkan atas pengetahuan yang luas, keterampilan, kedisiplinan, kemandirian dan ketaatan terhadap peraturan sehingga dapat memenuhi kompetensi yang disyaratkan.
7. Keteladanan; semua perilaku dapat ditiru, diikuti dan dianut oleh yang lain.
8. Bersahaja; menggunakan dan menikmati apa yang ada tanpa memaksakan diri menuntut yang lebih dari kelaziman dan kemampuan.

BAB IV
KODE ETIK PEGAWAI
Pasal 5
(1) Setiap pegawai Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam wajib mematuhi dan berpedoman pada unsur-unsur Kode Etik yang terdiri dari Kewajiban dan Larangan sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.
(2) Kode Etik  terdiri dari kewajiban dan larangan.

Pasal 6
Kewajiban
Kewajiban Pegawai Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam:
1. Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan dan kesatuan KORPS PNS;(huruf i PP 30/80)
2. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik;(huruf l PP 30/80)
3. Berpakaian rapih dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat, sesama PNS dan terhadap atasan;(huruf u PP 30/80)
4. Hormat menghormati antara sesama warga negara yang memeluk agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang berlainan; (huruf v PP 30/80)
5. Menjadi teladan sebagai warga negara yang baik dalam masyarakat; (huruf w PP30/80)
6. Memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya setiap laporan yang diterima mengenai pelanggaran disiplin; (huruf z PP 30/80)
7. Selalu melaksanakan tugas secara sungguh-sungguh, berdaya guna dan  berhasil  guna (prestasi kerja);
8. Menyelesaikan tugas pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktu serta berani memikul resiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan yang dilakukan (tanggungjawab);
9. Selalu bersikap sopan santun (ketaatan);
10. Selalu memberikan pelayanan dengan baik sesuai dengan tugasnya (ketaatan);
11. Melaksanakan tugas yang menjadi tanggungjawabnya dengan penuh ketulusan hati dan tidak menyalahgunakan wewenang yang diberikan kepadanya (kejujuran);
12. Selalu mampu untuk bekerja  bersama-sama dengan orang lain dalam menyelesaikan sesuatu tugas yang ditentukan, sehingga mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya (kerjasama);
13. Selalu dapat menerima keputusan yang sah dari atasan walaupun tidak sependapat (kerjasama);
14. Selalu mengambil langkah-langkah atau tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah atasan (prakarsa);
15. Selalu memberikan saran  yang baik kepada atasan baik diminta maupun tidak yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas (prakarsa);
16. Selalu memupuk dan mengembangkan kerjasama (kepemimpinan);
17. Selalu bertindak tegas dan tidak memihak (kepemimpinan);
18. Selalu memberikan sikap keteladan yang baik kepada bawahan (kepemimpinan);

Pasal 7
Larangan
Larangan pegawai Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam:
1. Melakukan penyimpangan prosedur dan/atau menerima hadiah atau imbalan dalam bentuk apapun dari stakeholder yang diketahui atau patut diduga bahwa pemberian itu bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan pegawai/ pejabat yang bersangkutan;
2. Melakukan pungutan tidak syah dalam bentuk apapun juga dalam melaksanakan tugasnya untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain;
3. Meminta sesuatu/imbalan baik secara langsung maupun tidak langsung atas pelayanan yang diberikan;
4. Melakukan suatu tindakan/ucapan yang memberikan peluang tindakan gratifikasi;
5. Membocorkan dan atau memanfaatkan rahasia negara yang diketahui karena kedudukan jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain;
6. Melakukan kegiatan yang mengakibatkan pertentangan kepentingan (conflict of interest) dan menghalangi berjalannya tugas kedinasan;
7. Membuat, mengkonsumsi, memperdagangkan dan/atau mendistribusikan segala bentuk narkotika dan atau minuman keras dan atau obat-obatan psikotropika dan atau barang terlarang lainnya;
8. Memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan kehormatan martabat PNS, kecuali untuk kepentingan jabatan, berjudi, dan melakukan tindakan tercela lainnya;
9. Melakukan tindakan yang bersifat negatif dengan maksud membalas dendam maupun di luar lingkungan kerjanya;
10. Memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaanya;
11. Memiliki saham suatu perusahaan yang kegiatan usahanya tidak berada dalam ruang lingkup kekuasaannya yang jumlah dan sifat pemiliknya itu sedemikian rupa sehingga memungkinkan saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung menentukan penyelenggaraan  atau jalannya perusahaan;
12. Melakukan kegiatan usaha dagang baik secara resmi maupun sambilan, menjadi direksi, pimpinan atau komisaris perusahaan swasta bagi yang berpangkat pembina golongan ruang IV/a keatas  atau yang memangku jabatan eselon I;

BAB V
SANKSI
Pasal 8
(1) Pegawai yang melanggar Kode Etik dikenakan sanksi.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. Sanksi moral berupa permohonan maaf secara lisan dan/atau tertulis atau pernyataan penyesalan; dan/atau
b. Hukuman disiplin berdasarkan Peratutan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 dalam hal terjadi pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil.
(3) Pengenaan sanksi moral sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, disampaikan secara tertutup atau terbuka.
(4) Sanksi moral sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditetapkan dengan surat keputusan oleh pejabat yang berwenang yang memuat pelanggaran Kode Etik yang dilakukan.
(5) Sanksi moral sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disampakan secara langsung kepada Pegawai Negeri Sipil yang dihukum oleh pejabat yang berwenang menghukum. Penyampaian hukuman disiplin itu dapat dihadiri oleh pejabat yang diserahi urusan kepegawaian dan dapat pula dihadiri oleh pejabat lain asalkan pangkat atau jabatannya tidak lebih rendah dari Pegawai Negeri Sipil yang dihukum.
(6) Penyampaian sanksi moral secara terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh pejabat yang berwenang atau pejabat lain yang ditunjuk melalui:
a. Forum pertemuan resmi pegawai negeri sipil;
b. Upacara bendera;
c. Papan pengumuman;
d. Media massa;
e. Forum lain yang dipandang perlu untuk itu.
(7) Dalam hal sanksi moral disampaikan secara tertutup, berlaku sejak tanggal disampaikan oleh pejabat yang berwenang kepada pegawai negeri sipil yang bersangkutan.
(8) Dalam hal sanksi moral disampaikan secara terbuka melalui forum pertemuan resmi pegawai negeri sipil, upacara bendera, atau forum lain disampaikan sebanyak 1 (satu) kali dan berlaku sejak tanggal disampaikan oleh pejabat yang berwenang kepada pegawai negeri sipil yang bersangkutan.
(9) Dalam hal sanksi moral disampaikan secara terbuka melalui papan pengumuman atau media massa paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak ditetapkannya surat keputusan pengenaan sanksi moral.
(10) Dalam hal pegawai negeri sipil yang dikenakan sanksi moral tidak hadir tanpa alasan yang sah pada waktu penyampian keputusan sanksi moral, maka dianggap menerima sanksi moral tersebut.(11) Sanksi moral sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dilaksanakan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak keputusan sanksi moral disampaikan.
(12) Dalam hal pegawai negeri sipil yang dikenakan sanksi tidak bersedia mengajukan permohonan maaf secara lisan dan/atau membuat pernyataan penyesalan, dapat dijatuhi hukuman disiplin berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980.

BAB VI
PROSEDUR PENYAMPAIAN PELANGGARAN KODE ETIK
Pasal 9
(1) Dugaan terjadinya pelanggaran Kode Etik diperoleh dari:
a. Pengaduan tertulis;
b. Hotmail Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam pada http://www.bimasislam.kemenag.go.id
c. Temuan dari atasan pegawai yang diduga melakukan pelanggaran Kode Etik.
(2) Setiap orang dan/atau stakeholder Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam yang mengetahui adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dapat menyampaikan pengaduan kepada atasan pegawai yang melakukan pelanggaran.
(3) Penyampaian pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara tertulis dengan menyebutkan jenis pelanggaran yang dilakukan disertai dengan  bukti-bukti dan identitas pelapor.
(4) Atasan pegawai yang menerima pengaduan dan/atau mengetahui adanya dugaan pelanggaran Kode Etik wajib melakukan klarifikasi dan pemeriksaan dengan Berita Acara Pemeriksaan atas pengaduan tersebut dan menjaga kerahasiaan identitas pelapor.
(5) Dalam melakukan klarifikasi dan pemeriksaan atas pengaduan dan/atau dugaan pelanggaran Kode Etik, atasan pegawai yang melakukan pelanggaran secara hirarki wajib meneruskan kepada Dewan Kode Etik.
(6) Atasan pegawai yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dan ayat (5) dianggap melakukan pelanggaran Kode Etik dan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB VII
PROSEDUR PENANGANAN PELANGGARAN KODE ETIK
Pasal 10
(1) Dugaan terjadinya pelanggaran Kode Etik diperoleh dari:
a. Pengaduan tertulis;
b. Temuan dari atasan pegawai yang diduga melakukan pelanggaran Kode Etik.

(2) Setiap orang dan/atau stakeholder Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam yang mengetahui adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dapat menyampaikan pengaduan kepadaatasan pegawai yang melakukan pelanggaran.
(3) Penyampaian pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara tertulis dengan menyebutkan jenis pelanggaran yang dilakukan disertai dengan  bukti-bukti dan identitas pelapor.
(4) Atasan pegawai yang menerima pengaduan dan/atau mengetahui adanya dugaan pelanggaran Kode Etik wajib melakukan klarifikasi dan pemeriksaan dengan Berita Acara Pemeriksaan atas pengaduan tersebut dan menjaga kerahasiaan identitas pelapor.
(5) Dalam melakukan klarifikasi dan pemeriksaan atas pengaduan dan/atau dugaan pelanggaran Kode Etik, atasan pegawai yang melakukan pelanggaran secara hirarki wajib meneruskan kepada Dewan Kode Etik.
(6) Atasan pegawai yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dan ayat (5) dianggap melakukan pelanggaran Kode Etik dan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB VIII
DEWAN KODE ETIK
Pasal 11
(1) Dalam rangka pengawasan pelaksanaan Kode Etik dibentuk Dewan Kode Etik.
(2) Dewan dibentuk setiap terjadi pelanggaran Kode Etik.
(3) Keanggotaan Dewan terdiri dari :
a. 1 (satu) orang Ketua merangkap Anggota;
b. 1 (satu) orang Sekretaris merangkap Anggota; dan
c. Sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang Anggota.
(4) Anggota Dewan berjumlah ganjil.
(5) Jabatan dan pangkat Anggota Dewan tidak boleh lebih rendah dari jabatan dan pangkat Pegawai yang diperiksa.
(6) Dewan Kode Etik berwenang untuk memberikan rekomendasi jenis sanksi yang akan diberikan terhadap pegawai yang melakukan pelanggaran Kode Etik.

Pasal 12
(1) Majelis melakukan pemanggilan secara tertulis kepada Pegawai yang diduga melakukan pelanggaran Kode Etik.
(2) Apabila Pegawai dimaksud tidak memenuhi panggilan, dilakukan pemanggilan kedua dengan jangka waktu 5 (lima) hari kerja.(3) Dalam hal Pegawai tidak bersedia memenuhi panggilan kedua dari Dewan tanpa alasan yang sah, dianggap melanggar Kode Etik, sehingga Dewan merekomendasikan agar Pegawai yang bersangkutan dikenakan sanksi moral.
(4) Majelis mengambil keputusan setelah memeriksa dan memberi kesempatan membela diri kepada Pegawai yang diduga melanggar Kode Etik.
(5) Pemeriksaan oleh Dewan dilakukan secara tertutup.
(6) Keputusan Dewan diambil secara musyawarah mufakat.
(7) Dalam hal musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak tercapai, keputusan diambil dengan suara terbanyak.
(8) Dalam hal suara terbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak tercapai, Ketua Dewan wajib mengambil keputusan.
(9) Keputusan Dewan untuk pelanggaran Kode Etik bersifat final.

Pasal 13
(1) Dewan Kode Etik wajib menyampaikan keputusan Dewan kepada Pejabat yang berwenang memberikan sanksi moral.
(2) Apabila berdasarkan pemeriksaan Dewan, Pegawai yang diduga melakukan pelanggaran Kode Etik tidak terbukti bersalah, Dewan menyampaikan surat pemberitahuan kepada atasan langsung Pegawai yang bersangkutan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal keputusan Dewan.

Pasal 14
Pejabat yang berwenang memberikan sanksi moral wajib memberikan sanksi moral, selambatlambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya keputusan Dewan.

Pasal 15
(1) Dewan Kode Etik dibentuk dan diangkat oleh Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.
(2) Dewan Kode Etik melaksanakan tugas pengawasan penerapan Kode Etik.
(3) Ketentuan teknis secara rinci mengenai Dewan Kode Etik diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.

BAB IX
PENEGAKAN DAN KELEMBAGAAN KODE ETIK
Pasal 16
(1) Untuk menangani sehari-hari pelaksanaaan Kode Etik, ditunjuk unit layanan Kode Etik.
(2) Untuk kelancaran pelaksanaan unit layanan Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pejabat yang berwenang menunjuk pejabat setingkat eselon III yang tugas fungsinya menangani urusan kepegawaian.(3) Unit pelaksana Kode Etik seperti dimaksud pada ayat (2) bertugas untuk melakukan konsultasi dan/atau sosialisasi Kode Etik kepada para pegawai serta menyelenggarakan administrasi/tata usaha unit layanan Kode Etik.
(4) Unit layanan Kode Etik dilengkapi dengan sarana layanan dan/atau konsultasi penerapan Kode Etik seperti faksimili, telepon, email, ruang konsultasi, dan lain-lainnya yang diperlukan.
(5) Unit layanan Kode Etik dapat mengelola atau/memanfaatkan media komunikasi kegiatan sosialisasi seperti website, majalah/bulletin, leaflet/flyer, majalah dinding, papan pengumuman, dan lainnya.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 17
Kode Etik Pegawai wajib dipedomani oleh seluruh pegawai sebagai acuan dalam pelaksanaan tugasnya baik di dalam maupun di luar kantor.

Pasal 18
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Agustus 2011
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam,
ttd
Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, M.A.
NIP 19590623 198503 1 002

0 komentar: