"Menegakkan Integritas, Profesional, Inovasi, Tanggung Jawab dan Keteladanan sebagai Budaya Kerja Kementerian Agama"
Tampilkan postingan dengan label Rukun dan Syarat Nikah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Rukun dan Syarat Nikah. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 07 Januari 2012

Rukun Nikah

Rukun Nikah ada 5 (lima), yaitu :
  1. Calon mempelai laki-laki
  2. Calon mempelai perempuan
  3. Wali Nikah dari calon mempelai perempuan
  4. Dua orang saksi (laki-laki)
  5. Ijab dari Wali Nikah calon mempelai perempuan atau wakilnya dan Kabul dari calon mempelai laki-laki atau wakilnya.

Syarat Nikah menurut Syari'at Islam

1. Syarat calon pengantin pria :
  • Beragama Islam
  • Terang prianya (bukan banci)
  • Tidak dipaksa
  • Tidak beristri empat orang
  • Bukan mahram bakal istri
  • Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan bakal istri
  • Mengetahui bakal istri tidak haram dinikainya
  • Tidak sedang dalam ihram haji atau umrah

2. Syarat calon pengantin wanita :
  • Beragama Islam
  • Terang wanitanya (bukan banci)
  • Telah memberi izin kepada wali untuk menikahkannya
  • Tidak bersuami dan tidak dalam 'iddah
  • Bukan mahram bakal suami
  • Belum pernah dili'an (sumpah li'an) oleh bakal suami 
  • Terang orangnya
  • Tidak sedang dalam ihram haji atau umrah

3. Syarat wali nikah :
  • Beragama Islam
  • Baligh
  • Berakal
  • Tidak dipaksa
  • Terang lelakinya
  • Adil (bukan fasik)
  • Tidak sedang dalam ihram haji atau umrah
  • Tidak dicabut haknya dalam menguasai harta bendanya oleh Pemerintah (mahjur bissafah)
  • Tidak rusak pikirannya karena tua atau sebagainya

4. Syarat saksi :
  • Beragama Islam
  • Laki-laki
  • Baligh
  • Berakal
  • Adil
  • Mendengar (tidak tuli)
  • Melihat (tidak buta)
  • Bisa bercakap-cakap (tidak bisu)
  • Tidak pelupa
  • Mernjaga harga diri (menjaga muru'ah)
  • Mengerti maksud ijab dan kabul
  • Tidak merangkap menjadi wali nikah

5. Syarat ijab dan kabul :
Ijab dan Kabul harus terbentuk dari asal kata "inkah" atau "tazwij" atau terjemah dari kedua asal kata tersebut, yang dalam bahasa Indonesia berarti "menikahkan".
Apabila wali nika dan calon mempelai laki-laki berhalangan, ijab dan kabul dapat diwakilkan dengan surat kuasa yang disahkan oleh PPN setempat atau perwakilan RI di luar negeri.

Syarat Nikah menurut Perundang-undangan

Pasal 6 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah :
  1. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
  2. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin dari kedua orang tua.
  3. Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.
  4. Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya makaizin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam gars keturunan lurus ke atas selama mereka masih hp dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.
  5. Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini, atau  salah seorang atau lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang tersebut, dalam ayat (2), (3) dan (4) pasa ini.
  6. Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.

Pasal 7 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah :
  1. Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun  dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.
  2. Dalam penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain  yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupn pihak wanita
  3. Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua orang tersebut dalam pasal 6 ayat (3) dan (4) Undang-undang ini, berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi tersebu ayat (2) pasal ini dengan tidak mengurangi yang dimaksud dalam pasal 6 ayat (6).

Wali Nikah

Pernikahan harus dilangsungkan dengan wali. Apabila dilangsungkan tidak dengan wali atau yang menjadi wali nikah bukan yang berhak, maka pernikahan tersebut tidak sah.
Adapun wali nikah itu ada tiga macam, yaitu :

1. Wali Nasab
Wali nasab adalah orang-orang yang terdiri dari keluarga calon mempelai wanita. Orang-orang tersebut adalah keluarga calon mempelai wanita yang berhak menjadi wali menurut urutan sebagai berikut :
     a) Pria yang menurunkan  calon  mempelai  wanita  dari  keturunan  pria  murni  (yang  berarti  dalam  garis keturunan itu tidak ada penghubung yang wanita) yaitu :
  • Ayah
  • Ayah dari ayah
  • dan seterusnya ke atas.
          Catatan : Ayah dari ibu atau ayah dari ibu si ayah tidak berhak menjadi wali nikah,  karena  dalam garis keturunan itu terdapat penghubung wanita yang berarti garis keturunan pria sudah tidak murni lagi dengan terdapat jenis wanita sebagai penghubung dalam keturunan tersebut.

     b) Pria keturunan dari ayah mempelai wanita dalam garis pria murni, yaitu :
  • Saudara kandung
  • Saudara se-ayah
  • Anak dari saudara kandung
  • Anak dari saudara se-ayah
  • dan seterusnya ke bawah.
          Catatan : Saudara se-ibu, anak saudara wanita atau anak dari anak wanita  saudara  pria  tidak  berhak menjadi wali nikah karena dalam garis keturunannya terdapat penghubung wanita (garis yang menghubungkan nya melalui seorang wanita).

     c) Pria keturunan dari ayahnya ayah dalam garis pria murni, yaitu :
  • Saudara kandung dari ayah
  • Saudara se-bapak dari ayah
  • Anank saudara kandung dari ayah
  • dan seterusnya ke bawah
          Catatan : Saudara se-ibu dari ayah, anak saudara wanita dari ayah atau dari anak wanita  si ayah  tidak berhak menjadi wali nikah karena dalam garis keturunannya terdapat penghubung wanita :
          1. Pria keturunan dari ayahnya si ayah
          2. dan seterusnya
        
Apabila wali nikah tersebut di atas tidak beragama islam sedangkan calon mempelai wanita beragama islam atau wali-wali tersebut di atas belum baligh, atau tidak berakal atau rusak pikirannya atau bisu yang tidak bisa diajak bicara dengan isyarat dan tidak bisa menulis, maka hak menjadi wali nikah pindah kepada wali nikah yang berikutnya.
Contoh, seorang calon mempelai wanita yang sudah tidak mempunyai ayah kakek lagi, sedang saudara-saudaranya yang ada belum ada yang baligh dan juga tidak mempunyai wali yang terdiri dari keturunan ayah (misalnya keponakan), maka yang berhak menjadi wali nikah adalah saudara kandung dari ayah.


2. Wali Hakim
Yang dimaksud dengan wali hakim ialah orang yang diangkat oleh Pemerintah untuk bertindak sebagai wali nikah dalam suatu pernikahan.
Wali hakim tersebut terjadi apabila seorang calon mempelai wanita :
  • Tidak mempunyai wali nasab sama sekali
  • Walinya mafqud, artinya tidak tentu keberadaannya
  • Wali sendiri yang akan menjadi mempelai pria, sedang wali yang sederajat dengan dia tidak ada
  • Wali berada di tempat yang jaraknya sejauh masafatul qasri (sejauh perjalanan yang membolehkan shalat qasar) yaitu 92,5 k
  • Wali berada dalam penjara atau tahanan yang tidak boleh dijumpai
  • Wali Adhal, artinya wali tidak bersedia atau menolak untuk menikahkan
  • Wali sedang melakukan ibadah haji/mrah
Maka yang berhak menjadi wali nikah dalam pernikahan tersebut adalah wali hakim. Kecuali apabila wali nsabnya telah mewakilkan kepada orang lain untuk bertindak sebagai wali nikah. Dalam hal demikian orang lain yang diwakilkan itulah yang berhak menjadi wali nikah.
Catatan : di zaman modern dewasa ini, meskipun jarak masafatul qasri telah sipenuhi, untuk akad nikah wali perlu diberitahukan terlebih dahulu.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 1987, yang ditunjuk oleh Menteri Agama sebagai wali hakim adalah Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan.


3. Wali Muhakkam

Susunan Wali Nikah

Pernikahan Yang Dilarang (Mahram) Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 5

Pernikahan dilarang antara dua orang yang :


  1. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas.
  2. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping, yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya.
  3. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak tiri.
  4. Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan.
  5. Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang.
  6. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin.

Mas Kawin (Mahar)

Tiap-tiap pernikahan menimbulkan kewajiban bagi suami untuk membayar mas kawin atau mahar kepada istrinya. Mas kawin dapat berupa uang, barang dan jasa.
Mas kawin yang jumlahnya ditentukan atas persetujuan calon sumai-istri dan disebutkan dalam akad nikah dinamakan mahar musamma, artinya mas kawin yang ditentukan. Apabila jumlah mas kawin tidak ditentukan dalam akad nikah, artinya dalam akad nikah tidak disebut-sebut soal mas kawin maka yang harus dibayar oleh suami adalah mahar mitsil. Yakni mas kawin yang jumlahnya semisal artinya serupa dengan mas kawin yang dimiliki saudara-saudara si istri atau sanak keluarganya.
Mas kawin boleh dibayar dengan segera dan boleh ditangguhkan, baik sebagian atau seluruhnya menurut persetujuan suami-istri. Mas kawin yang dibayar dengan segera dinamakan  mahar mu'ajjal (pakai 'ain) sedang yang ditangguhkan pembayarannya dinamakan mahar nuajjal (pakai hamzah).
Apabila suami menjatuhkan talak kepada istrinya sebelum mengadakan hubungan kelamin, maka yang harus dibayar hanya separuh dari mas kawin naik mahar musamma maupun mahar mitsil, baik yang dibayar segera maupun yang ditangguhkan. Jadi apabila suami telah membayar lunas mas kawinnya maka ia berhak minta kembali yang separuh.
Mas kawin adalah milik istri bukan milik keluarga istri. Apabila belum dibayar tetap menjadi piutang si istri. Karenanya, apabila suami meninggal dan mas kawin belum dibayar maka sebelum harta peninggalannya dibagi ahli waris, terlebih dahulu digunakan untuk membayar hutang-hutangnya termasuk mas kawin.